Perkembangan Bahasa Balita yang Harus Parents Tahu!

  • Home
  • Event
  • Perkembangan Bahasa Balita yang Harus Parents Tahu!
Perkembangan Balita

Pada usia balita ini, anak mulai mempelajari kata-kata baru yang disertai dengan pemaknaannya melalui pergaulan (sosialisasi), media televisi, buku, dan radio. Biasanya, kata yang mulai berkembang pada anak adalah kata benda dan kata kerja.

Pada masa ini, anak mulai mampu mengucapkan kata-kata dengan jelas. Biasanya, kata-kata yang sulit diucapkan dengan jelas oleh anak adalah kata dengan huruf Z, W, D, S, dan H. Pengucapan kata dengan huruf-huruf tersebut harus dilatih melalui permainan kata-kata yang mengandung huruf-huruf tersebut.

Secara bertahap, anak mampu melakukan penyusunan kalimat meskipun baru terdiri atas tiga-empat kata. Biasanya, kalimat yang disusun baru terdiri atas kata benda atau kata kerja, misalnya “Ali mau minum”. Dengan kemampuan itu, anak mampu menjalin percakapan

dengan teman sebaya ataupun orang dewasa. Dalam percakapannya, anak lebih senang membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan diri sendiri, seperti bercerita tentang keluarga anak, permainan anak, atau hal-hal yang mereka sukai dan tidak disukai.

Kenali Aspek Intelektual si Kecil melalui Pemahaman Konsep Dasar  dalam Kehidupan Sehari-hari!

Balita sudah mulai mengembangkan aspek intelektualnya meliputi pengembangan pemahaman tentang diri sendiri dan lingkungan. Rasa ingin tahu dalam diri balita mendorong mereka untuk banyak bertanya dan melakukan banyak eksplorasi dalam bentuk aktivitas motorik.

Pada usia balita, mereka mulai mengembangkan konsep-konsep dasar. Misalnya, mereka mulai memaknai konsep kehidupan, yang pada umumnya mereka anggap semua yang ada di dunia ini (bahkan termasuk benda mati) adalah hidup, seperti dirinya. Tentang kematian, umumnya anak menghubungkan kematian dengan pemahaman “pergi ke suatu tempat yang jauh”. Anak juga sudah mulai mengenal konsep ruang yang berkaitan dengan posisi (contoh, jauh-dekat atau atas-bawah). Balita juga sudah mulai mengenal konsep angka, waktu (meliputi nama hari, nama bulan, siang-malam, atau besok-kemarin), dan konsep diri (seperti nama, alamat, atau laki-laki dan perempuan).

Secara umum, pola pikir anak balita masih bersifat konkret. Misalnya, kata “dibuang” di benak anak-anak selalu identik dengan sampah. Ketika dia mendengar kalimat, “Pahlawan dibuang ke mana?” Anak tersebut menjawab, “Tempat sampah.”

Kenali Masa Keemasan Balita: Maksimalkan Potensi Balita dengan Seri Halo Balita

Masa balita merupakan masa keemasan bagi perkembangan anak. Usia tersebut merupakan waktu yang ideal bagi anak dalam mempelajari berbagai macam keterampilan, membentuk kebiasaan-kebiasaan yang akan berpengaruh pada masa-masa kehidupan selanjutnya, serta memperoleh konsep-konsep dasar untuk memahami diri dan lingkungan sekitar. 

Agar masa keemasan ini dapat dimanfaatkan secara optimal, orangtua diharapkan dapat melakukan proses pengasuhan dan pendidikan dengan cara yang optimal pula. Selain kemampuan dan pengetahuan, orangtua juga memerlukan media pendukung untuk membantu proses tersebut. Buku seri Halo Balita ini diharapkan dapat menjadi media pendukung untuk mengoptimalkan proses pendidikan dan pengasuhan pada balita. Cerita-cerita pada buku ini dirancang khusus untuk mendorong anak dalam membentuk sikap mandiri serta mengenal nilai moral dan spiritual. Elemen-elemen pada buku ini juga dirancang untuk membantu mengembangkan berbagai potensi balita Anda. 

Buku pedoman ini bertujuan memberikan landasan berpikir bagi orangtua agar dapat memahami anak balitanya. Penjelasan tentang karakteristik anak balita pada buku ini akan dapat membantu orangtua memahami ciri-ciri aspek perkembangannya, yang mencakup fungsi motorik, intelektual, bahasa, sosial, dan emosional pada anak balita. Melalui pemahaman terhadap karakteristik tersebut, orangtua akan menjadi lebih mudah menciptakan situasi-situasi pembelajaran bagi anak balitanya sesuai dengan tahap perkembangan anak.

Dengan buku panduan ini, juga diharapkan orangtua akan lebih efektif mendampingi anak dalam memanfaatkan buku seri Halo Balita sebagai media pendukung pada proses pengasuhan dan pendidikan.

Memahami Perubahan Emosi Balita: Ekspresi dan Respons yang Kerap Muncul pada Si Kecil

Pada masa balita, reaksi emosi anak belum stabil sehingga emosi mudah berubah-ubah sesuai dengan rangsangan emosi yang diterimanya. Beberapa reaksi emosi yang umumnya ditampilkan oleh anak adalah:

  • Marah: biasanya terjadi apabila anak tidak dipenuhi keinginannya, misalnya anak saling berebut mainan. Ekspresi yang biasanya ditampilkan adalah berteriak, menangis, memukul, menendang, atau berguling-guling.
  • Takut: biasanya disebabkan anak mendengar cerita yang menakutkan atau melihat film, gambar, atau buku. Ekspresi yang biasanya ditampilkan adalah berlari, bersembunyi, menangis, atau berteriak.
  • Kasih sayang: anak belajar untuk menyayangi benda, binatang, atau tanaman yang mampu memberi mereka kesenangan. Ekspresi yang ditampilkan adalah mencium atau memeluk benda-benda tersebut (misalnya, mencium boneka).
  • Iri hati: anak menampilkan reaksi emosi ini apabila mereka merasakan bahwa perhatian terhadap dirinya teralihkan kepada orang lain. Misalnya, hadirnya adik baru dalam keluarga. Ekspresi yang ditampilkan adalah nakal atau kembali “ngompol”.
  • Gembira: anak merasa senang apabila keinginannya terpenuhi atau berhasil melakukan suatu tugas. Ekspresi yang ditampilkan adalah tertawa, tersenyum, bertepuk tangan, melompat, atau memeluk objek orang yang membuatnya gembira.
  • Sedih: anak menampilkan perasaan ini apabila dia kehilangan benda kesayangannya (misalnya, benda mainan atau binatang kesayangan). Ekspresi yang ditampilkan adalah menangis.
  • Rasa ingin tahu: anak memiliki rasa ingin tahu tentang sesuatu yang baru (tubuh sendiri, tubuh orang lain, atau benda lainnya). Ekspresi yang ditampilkan adalah perilaku eksplorasi secara motorik atau dengan bertanya

Mengenal Tahap Mandiri si Kecil: Menjalin Hubungan Sosial dan Belajar Norma Sosial Sederhana

Pada dasarnya, anak masih berorientasi pada diri sendiri. Tetapi, secara bertahap mereka mulai menjalin relasi dengan orang dewasa, di luar orangtuanya, seperti guru. Anak juga mulai membentuk kelompok dengan teman sebaya tanpa membedakan jenis kelamin. Usia ini adalah saat yang tepat bagi mereka untuk belajar mandiri, terutama dalam hal-hal yang berhubungan dengan mengurus diri, seperti mandi, gosok gigi, memakai sepatu, atau berpakaian.

Anak juga mulai belajar berperilaku sesuai dengan norma sosial walaupun masih bersifat sederhana. Misalnya, mencium tangan orangtua untuk memberikan salam ketika akan masuk dan keluar rumah, mengetuk pintu apabila akan masuk ke rumah, atau mengucapkan terima kasih apabila menerima sesuatu.

Mengembangkan Potensi Balita melalui Interaksi dan Kegiatan Sehari-hari

Orangtua dan lingkungan anak berkewajiban mengembangkan semua aspek yang dimiliki anak. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengembangkan hal tersebut, di antaranya: 

Mengembangkan Aspek Motorik 

Ajaklah anak untuk berolahraga. Kegiatan tersebut sangat membantu melatih koordinasi motorik kasar yang berkaitan dengan keseimbangan dan pengendalian diri. Untuk melatih motorik halus bisa dilatih dengan melakukan keterampilan tangan, seperti menggambar, melipat, menggunting, atau menulis. Sedangkan, keterampilan kaki bisa dilatih dengan memanjat, menaiki tangga, atau bersepeda. 

Mengembangkan Aspek Intelektual 

Pengembangan aspek intelektual dapat dimulai dengan pemahaman berbagai konsep sederhana melalui pengenalan terhadap lingkungan fisik (misalnya, batu atau pohon) dan lingkungan sosial (misalnya, ayah, ibu, kakak, adik, teman, atau guru). Tahapan pengenalan dimulai dari halhal yang bersifat konkret (dapat dilihat dan dipegang). Pengembangan aspek ini bisa dirangsang melalui pengembangan kemampuan sensoris motorik sebagai dasar pembentukan konsep. 

Aktivitas sensoris motorik mencakup: 

  1. Alat indra pendengaran, seperti pembedaan bunyi (huruf, kata, atau kalimat). Kita bisa     mengembangkannya dengan kegiatan bernyanyi atau bercerita. 
  2. Alat indra penglihatan, seperti pembedaan warna, bentuk, atau ukuran. Indra tersebut bisa dilatih dengan permainan balok, membaca buku, atau mewarnai.      
  3. Alat indra perabaan, seperti pembedaan rasa kasar, halus, atau bergelombang. Ajaklah anak untuk mengenali berbagai benda yang memiliki tekstur yang berbeda.           
  4. Alat indra pengecapan, seperti pembedaan rasa manis,   asam, pahit, atau asin. Pengembangan indra tersebut   bisa dilakukan saat makan. 
  5. Alat indra motorik, seperti menggunakan motorik tangan atau kaki. Kemampuan tersebut bisa dilakukan dengan belajar memanipulasi objek, seperti menggunting, memegang,         membentuk, menyatukan, memasukkan, atau meraba. 

Mengembangkan Aspek Emosi 

Pengembangan aspek emosi pada anak balita bisa dilakukan dengan membantu anak mengenali berbagai reaksi emosi, memberi kesempatan untuk bereaksi sesuai dengan rangsangan yang diterimanya, serta melatihnya untuk mengendalikan reaksi emosi. Aspek emosi anak dapat tumbuh secara positif jika orangtua memberikan ruang toleransi terhadap kegagalan dalam proses belajar tersebut. 

Mengembangkan Aspek Sosialisasi 

Masa balita adalah saat yang tepat dalam memunculkan perilaku-perilaku untuk menolong diri sendiri dan orang lain. Mereka juga harus didorong untuk menjalin pertemanan yang dapat meningkatkan kemampuan bekerja sama (sosialisasi). Dalam proses belajar sosialisasi, mereka mulai memahami dan memperhatikan orang lain, serta tumbuh perasaan bertanggung jawab, seperti sikap menghargai barang-barang orang lain dan memahami aturan-aturan yang sederhana (aturan permainan, aturan kelas, atau aturan di rumah).

Leave A Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *